PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
KEHIDUPAN
BERAGAMA
Oleh:
YULXIFLIYANTO
201651148
PENDIDIKAN
PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
KEHIDUPAN BERAGAMA
NAMA:
YULXIFLIYANTO
NIM: 201651148
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pancasila merupakan sumber nilai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Artinya seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan
Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk,
benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat bangsa
Indonesia
Selain sebagai sumber nilai, pancasila berperan
pula sebagai kerangka acuan pembangunan. Ada dua fungsi dari pancasila
sebagai kerangka acuan: pertama, Pancasila menjadi dasar visi yang memberi
inspirasi untuk membangun suatu corak tatanan sosial-budaya yang akan datang,
membangun visi masyarakat Indonesia di masa yang akan datang; kedua, Pancasila
sebagai nilai-nilai dasar menjadi referensi kritik sosial-budaya
Peranan dari Pancasila yang jauh lebih besar
adalah pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa, mulai dari pembangunan
pendidikan, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, ketahanan nasional,
hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan beragama
Telah kita ketahui bersama bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang plural, baik dari segi etnis, bahasa, agama, suku,
ras, adat, dan lain sebagainya. Namun, tak semua masyarakat menyadari
akan perbedaan tersebut dan kemajemukan Bangsa Indonesia, sehingga yang terjadi
adalah timbulnya berbagai konflik di berbagai daerah yang disebabkan oleh SARA.
Selain itu, penyebab utama timbulnya konflik yang berbau SARA, khususnya pada
agama adalah minimnya pemahaman dan pengamalan akan sila pertama Pancasila oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Minimnya rasa toleransi pun
menjadi salah satu unsur penyebab konflik agama
Untuk menghidupkan kembali dan membangun
paradigma kehidupan masyarakat yang beragama dan kerukunan antar umat
beragama maka dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat nilai-nilai Pancasila
harus ada dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan
maupun dalam evaluasinya. Untuk mengetahui lebih mendalam, maka makalah
ini membahas mengenai pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama.
B.
PERUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama?
2.
Bagaimana keadaan pluralisme agama di
dalam masyarakat?
3. Bagaimana keadaan kerukunan umat beragama di
Indonesia?
4. Apa saja konflik antar umat beragama di
Indonesia?
5. Apa solusi dari konflik antar umat beragama
di Indonesia tersebut
C.
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Beragama
1.
Paradigma Pembangunan
Kata paradigma
(paradigm) mengandung arti model, pola atau contoh. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia paradigma diartikan sebagai seperangkat unsur bahasa yang
sebagian bersifat konstan (tetap) dan sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat
juga diartikan sebagai suatu gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir).
Menurut Thomas S. Kuhn, paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu sumber
nilai), yang merupakan sumber hukum, metode, tata cara penerapan dalam ilmu
tersebut. Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma berkembang menjadi
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai kerangka berfikir,
orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,
perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
pembangunanm, reformasi, maupun dalam pendidikan.
Sedangkan kata
pembangunan (development) menunjukkan adanya pertumbuhan, perluasan
ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan harus dibangun
agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Atas dasar arti kata
pembangunan, dapat dipahami bahwa dalam pembangunan terdapat proses perubahan
yang terus menerus diupayakan untuk meraih kemajuan dan perbaikan untuk
mewujudkan tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan adalah usaha manusia untuk
memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan untuk menuju masyarakat
uang sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Paradigma
Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem berfikir sebagai
upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan cita-cita kehidupan
masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. (Inuk Inggit Merdekawati, 2008: 26)
Pancasila
sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai
dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolak ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. (http://agusyantono.wordpress.com)
2.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila-sila dalam
Pancasila bermuatan nilai-nilai antara lain: nilai-nilai religius (sila 1),
nilai-nilai human (sila 2), nilai-nilai kebangsaan (sila 3), nilai-nilai
demokrasi (sila 4), nilai-nilai keadilan (sila 5). Untuk paradigma
pembangunan kehidupan beragama, sangat berkaitan erat dengan Pancasila, sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (Dwi Siswoyo, 2008: 131)
Uraian atau
penjelasan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
a. Merupakan bentuk keyakinan sebagai hak yang
paling asasi yang berpangkal dari kesdaran manusia sebagai makhluk Tuhan
b. Negara menjamin kebebasan setiap penduduk
utnuk beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing
c. Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti
ketuhanan dan anti kehidupan beragama
d. Mengembangkan kehidupan toleransi baik
intern umat beragama, antara umat beragama maupun kerukunan antara umat
beragama dengan pemerintah.
Dari
butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk
satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama
yang satu dengan agama yang lain. (http://ruwaidah.wordpress.com)
B.
Pluralisme Agama di Dalam Masyarakat
Pluralisme agama adalah mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan
keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan
keyakinan atau agama. Konsekuensi dari pluralitas agama agama
adalah kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga
sikap keagamaan yang perlu dibangun dalam menghadapi pluralitas agama adalah
prinsip kebeebasan dalam memeluk suatu agama.
Pluralitas
merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa dianulir.
Untuk membangun perdamaian adanya kesadaran pluralism agama merupakan hal yang
mutlak.
Hal yang harus dilakukan untuk menebarkan
kesadaran pluralisme agama di masyarakat adalah:
1. Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus
ditebarkan pada berbagai elemen yang ada di masyarakat. Karena persoalan
kurangnya kesadaran pluralisme agama bisa terdapat pada siapa saja, maka tidak
salah ketika masyarakat umum mudah terprovokasi isu-isu yang bernuansa
primordialisme
2. Melakukan penguatan kesadaran pluralisme
agama tidak hanya dalam bentuk formal yang dilembagakan seperti atas nama
Lembaga Kajian, Forum Dialog dan semacamnya, karena akan menyebabkan tidak
longgar bahkan terbatas dalam ruang-ruang tertutup. Tapi perlu membumi
yang bersifat longgar dan dapat berakses ke mana saja.
3. Membuat tema dan program pluralisme agama
yang akrab dengan kehidupan masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat
melangit seperti seminar, diskusi yang dikonsumsi oleh kalangan terbatas,
masyarakat luas tidak ikut mengakses. (Hamdan Farchan, 2005:1)
C. Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan untuk
memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam
pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat
penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup dinegeri ini.
Ada tiga
kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
1. Kerukunan intern umat beragama.
2. Kerukunan
antar umat beragama
3. Kerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
(www.ealerning.gunadarma.ac.id,2007:5)
D.
Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia
Konflik yang disebabkan oleh agama memang kerap
terjadi. Berikut ini, beberapa contoh konflik yang terjadi di Indonesia
yang dilatarbelakangi oleh agama:
1. Tanggal 10 Oktober 1996 terjadi pembakaran
terhadap 24 gedung gereja 17 umat Kristen dan Katolik di daerah Situbondo dan
sekitarnya
2. Perbedaan pendapat antar kelompok–kelompok
Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
3. Konflik di Ambon yang dalam waktu 2 tahun
memakan korban mencapai 5.000 orang. Konflik di Poso, jumlah korban yang
meninggal dalam 2 tahun mencapai 2.000 orang.
4. Pada awal Juni 1995 telah terjadi
pengrusakan gedung-gedung gereja di Surabaya.
5. Pertikaian di Maluku yang sarat dengan
nuansa SARA, bahkan cenderung konfrontasi antara penduduk yang beragama Islam
dengan penduduk yang beragama Kristen.
Terjadinya
konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan
UUD 1945 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang
dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke
ideologi agama tertentu.
2. Kurangnya rasa menghormati baik antar
pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
3. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena
adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.
4. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan
perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar
kelompok dalam masyarakat.
Konflik antaragama lebih sulit diatasi dibandingkan
dengan konflik yang lain hal ini dikarenakan konflik agama yang sangat
sulit diatasi tanpa kesadaran yang timbul dari hati nurani kita para pemeluk
agama. Konflik antaragama dapat meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak
seorang pun dapat bersikap netral dalam mengatasi konflik tersebut.
Sedangkan konflik suku dapat didamaikan secara adat, dan konflik karena
kepentingan politik bisa diatasi dengan memberi konsesi. Kedua konflik ini bisa
selesai dengan cepat dan tidak menimbulkan bekas yang mendalam. (http://denaizzkakakecil.wordpress.com)
E. Solusi Konflik Antar Umat Beragama di
Indonesia
Solusi dari
konflik antar umat beragama yang terjadi di Indonesia, antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Dialog antar umat beragama
Untuk mencairkan kebekuan yang terjadi antar
umat beragama, alternatif yang bisa dikemukakan adalah dengan mekanisme dialog
keagamaan atau yang dikenal pula dengan istilah dialog antar iman. Dialog
antar umat beragama ini diperkirakan bisa mengantarkan para pemeluk agama pada
satu corak kehidupan yang inklusif dan terbuka.
3.
Meningkatkan rasa toleransi
4. Menumbuhkan
kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda dan
kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan utnuk menjaga
kententraman kehidupan
5. Menjalin
kontak dengan agama lain, walaupun mungkin tidak sampai pada belajar tentang
ajaran agama lain. Sehingga, menjalin interaksi sosial dengan agama lain.
6. Informasi yang
adil tentang agama lain. Mungkin ini merupakan kelanjutan kontak diatas,
namun bisa juga terjadi karena banyaknya media massa yang tidak mengenal batas
kelompok
7. Sikap
pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan umat-umat
beragama degan berat sebelah
8. Pendidikan
yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk agama yang berbeda-beda
namun juga mencerahkan pikiran dan memungkinkannya untuk membuka diri terhadap
orang lain. (Hamdan Farchan, 1999:5)
9. Segala macam
bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau dibuat seminim
mungkin.
10. Saling
mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling
mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama
membawa misi kedamaian.
11. Perlu
dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan
(nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.
12. Kesenjangan
sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya
dihapuskan sama sekali.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Paradigma Pembangunan adalah suatu model, pola yang
merupakan sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan
sesuai dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pancasila sebagai paradigma, artinya
nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan
tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Paradigma pembangunan kehidupan beragama berkaitan erat dengan
Pancasila sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan diwujudkan
dalam Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, Pasal 29 UUD 1945 dan Pasal 28E UUD
1945
Pluralisme agama adalah
mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip
maupun tidak, yang meliputi keberbedaan keyakinan atau agama. Pluralitas
merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa dianulir.
Untuk membangun perdamaian adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang
mutlak.
Kerukunan umat beragama
adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi
agama. Tiga
kerukunan umat beragama, yaitu (1) kerukunan intern umat beragam, (2)
kerukunan antar umat beragama, dan (3) kerukunan umat beragama dengan
pemerintah.
Konflik antar umat beragama di Indonesia
memang kerap terjadi, penyebabnya antara lain: (1) tidak adanya keampuhan
Pancasila dan UUD 1945, (2) kurangnya rasa menghormati, (3) adanya
kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama,
(4) perbedaan suku, ras dan agama
Solusi dari konflik antar umat beragama di
Indonesia antara lain: (1) meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, (2) dialog antar umat beragama, (3) meningkatkan rasa toleransi,
(4) menumbuhkan kesadaran pluralisme, (5) saling mentautkan hati di antara umat
beragama, (6) kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin
dan sedapat–dapatnya dihapuskan sama sekali, (7) sikap pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan
umat-umat beragama degan berat sebelah, (8) Segala macam bentuk ketidakadilan
struktural agama harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin.
B.
Saran
Menjadikan Pancasila terutama sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai pondasi dalam paradigma pembangunan kehidupan
beragama. Memahami dan mengamalkan butir-butir Pancasila terutama sila
pertama, sehingga pembangunan kehidupan beragama di Indonesia dapat berjalan
dengan lancar.
Kerukunan antar umat beragama di Indonesia
harus ditingkatkan, sehingga meminimalisir terjadinya konflik antar umat
beragama di Indonesia. Toleransi yang merupakan salah satu kunci
untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapatkan perhatian yang
lebih, agar terciptanya Negara yang damai, terhindar dari perpecahan, menerima
adanya perbedaan serta memiliki kesadaran pluralisme.
Daftar Pustaka:
Ajat
Sudrajat, Din Al Islam, Yogyakarta: UNY Press, 2008
Dwi
Siswoyo, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: UNY Press, 2008
Hamdan
Farchan, “Pluralitas dan Potensi Konflik” (Makalah Workshop Mediasi
Konflik Tingkat Wilayah Jateng, Pati, 2005).
Inuk
Inggit Merdekawati, dkk, Modul Pendidikan Kewarganegaraan
SMK/SMA/MA Kelas XII, Yogyakarta: MGMP PKn SMK DIY, 2008.
No comments:
Post a Comment